Wednesday, June 15, 2016

TUGAS 4_AHDE_KEPALITAN



KEPALITAN

Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Peraturan Perundangan Mengenai Kepailitan
Sejarah perundang – undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang lalu sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissment en Surceance van Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217 jo. Staadblads 1906 No. 348 Fallissementverordening.[1] Pada tanggal 20 April 1998, pemerintah telah menetapkan Peraturan Perundangan Pemerintah Pengganti Undang – Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang – Undang tentang Kepailitan yang kemudian disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang – Undang, yaitu Undang – Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang – Undang tentang Kepailitan tanggal 9 September 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135).

Pihak yang Dapat Mengajukan Pailit
·         Atas permohonan debitur sendiri
·         Atas permintaan seorang atau lebih kreditur
·         Kejaksaan atas kepentingan umum
·         Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank
·         Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.
Syarat Yuridis Pengajuan Pailit
·         Adanya hutang
·         Minimal satu hutang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
·         Adanya debitur
·         Adanya kreditur (lebih dari satu kreditur)
·         Permohonan pernyataan pailit
·         Pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga

Langkah-Langkah dalam Proses Kepailitan
1.      Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1998, seperti apa yang telah ditulis di atas.
2.      Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit sampai keputusan pailit berkekuatan tetap adalah 90 hari.
3.      Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang – piutang, pada langkah ini dilakukan pendataan berupa jumlah utang dan piutang yang dimiliki oleh debitur. Verifikasi utang merupakan tahap yang paling penting dalam kepailitan karena akan ditentukan urutan pertimbangan hak dari masing – masing kreditur.
4.      Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan berakhir, jika tidak maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya. Proses perdamaian selalu diupayakan dan diagendakan.
5.      Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh Pengadilan Niaga, jika proses perdamaian diterima.
6.      Insolvensi, yaitu suatu keadaan di mana debitur dinyatakan benar – benar tidak mampu membayar, atau dengan kata lain harta debitur lebih sedikit jumlah dengan hutangnya.
7.      Pemberesan / likuidasi, yaitu penjualan harta kekayaan debitur pailit, yang dibagikan kepada kreditur konkruen, setelah dikurangi biaya – biaya.
8.      Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik kreditur, akan tetapi dengan catatan jika proses perdamaian diterima, karena jika perdamaian ditolak maka rehabilitasi tidak ada.
9.      Kepailitan berakhir.

CONTOH KASUS KEPALITAN
Kasus Kepailitan Telkomsel yang putusannya dijatuhkan di Pengadillan Negeri Jakarta Pusat pada Tahun 2012. Putusan ini cukuk kontroversial karena tidak ada yang menduga bahwa perusahaan sebesar PT. Telkomsel dapat dijatuhi putusan pailit. Apalagi mengingat bahwa PT. Telkomsel merupakan salah satu operator telekomunikasi terbesar di Indonesia.
Salah satu masalah yang terjadi terhadap putusan pailit PT. Telkomsel ialah mengenai fee kurator. PT. Telkomsel sebagai salah perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, tersandung dengan pembebanan fee kurator akibat dari putusan pailit yang ia terima. Awal mula dari kasus ini ialah sejak Putusan Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat No. 28/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 14 September 2012 yang menyatakan bahwa Telkomsel dinyatakan pailit dan ditunjuk Tim Kurator yaitu Feri S.Samad, S.H., M.H., Edino Girsang, S.H., dan Mohamad Sadikin, S.H. namun berdasarkan keberatan Telkomsel sehingga Mahkamah Agung memberikan Putusan Kasasi No. 704K/Pdt.Sus/2012 tanggal 21 November 2012 yang mana menyatakan batalnya pailit Telkomsel. Kemudian PT. Prima Jaya Informatika mengajukan Peninjauan Kembali yang ditolak oleh Mahkamah Agung dengan memberikan Putusan Nomor 30PK/Pdt.Sus.Pailit/2013 tanggal 13 Juli 2013.

Tim Kurator sendiri telah mengetahui kepailitan Telkomsel berakhir berdasarkan putusan kasasi tanggal 21 November 2012 dengan mengajukan permohonan untuk biaya kepailitan dan imbalan Jasa Kurator dengan Surat No. 01/KUR-TLK/I/2012 tanggal 22 Januari 2013 yang pada pokoknya meminta imbalan jasa Kurator proses kepailitan Telkomsel sebesar Rp 587.232.227.000,-. Atas permohonan tersebut Pengadilan Niaga pada PN. Jakarta Pusat memberikan Penetapan No. 48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst Jo No. 704K/Pdt.Sus/2012 tanggal 31 Januari 2013 yang menetapkan imbalan jasa Kurator sebesar Rp 293 616.000.000,-dan dibebankan kepada Pemohon yaitu PT. Prima Jaya Informatika dan Debitor yaitu PT. Telekomunikasi Selular masing-masing setengah bagian yaitu Rp 146.808.000.000,-. Adapun pertimbangan hakim adalah sebagai berikut:
  1. Bahwa tugas Kurator telah berakhir pada tanggal 10 Januari 2013 bersamaan dengan diterimanya Putusan Mahkamah Agung No. 704K/Pdt.Sus/2012 tahun 2012.
  1. Bahwa Majelis Haim Pemutus tidak sependapat dengan jumlah fee jasa Kurator yang diajukan oleh Kurator berdasarkan Surat Pemohonan No. 01/KUR-TLK/I/2013 tanggal 22 Januari 2013.
  1. Bahwa fee jasa Kurator yang layak adalah 0.5% dari aset Debitor sebesar Rp 58.723.227.000.000,- yaitu Rp 293.616.135.000,-.
  1. Majelis Hakim Pemutus sependapat dengan jumlah Biaya Kepailitan yang diajukan oleh Kurator berdasarkan surat permohonannya sebesar Rp 240.500.000,-.

Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Niaga tersebut juga sesuai dengan Laporan Hakim Pengawas Kepailitan Telkomsel, dalam Surat No.W.10.UI tanggal 25 Januari 2013 yang pada dasarnya memberikan pertimbangan bahwa berdasarkan Laporan Akhir, Kurator telah menerima relaas Putusan Mahkamah Agung No.704K/Pdt.Sus/2012 tanhu 2012 pada tanggal 10 Januari 2013, dengan demikian secara yuridis tugas Kurator telah selesai tanggal 10 Januari 2013.

Namun, Telkomsel mengajukan Peninjauan Kembali tentang fee Kurator tersebut. Tindakan PT. Telkomsel ini merujuk ke pasal 24 UU No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman. PT. Telkomsel berpandangan bahwa aturan yang digunakan adalah Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.1 Tahun 2013 tentang Imbalan Jasa Kurator yang berlaku pada tanggal 11 Januari 2013. Dalam aturan Permenkumham 2013 pasal xx, seharusnya perhitungan fee kurator adalah berdasarkan jumlah jam kerja dan bukan berdasarkan perhitungan presentase aset pailit. Jika PK tersebut di kabulkan, maka PT. Telkomsel akan mendapatkan keuntungan karena Permenkumham No. 1 Tahun 2013 membuat PT. Telkomsel bebas dari kewajiban membayar imbalan jasa kurator, sebagaimana di Pasal 2 Angka 1 bagian c yaitu “dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali, banyaknya imbalan ditetapkan oleh hakim dan dibebankan kepada pemohon pernyataan pailit.

Peninjauan Kembali mengenai fee Kurator PT. Telkomsel pun dikabulkan. Pertimbangan dari dikabulkannya Peninjauan Kembali itu ialah:
  1. Mahkamah Agung menilai peraturan yang dipakai seharusnya Permenkumham no. 1 tahun 2013, bukan Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 09-HT.05-10 Tahun 1998. Majelis hakim niaga dinilai keliru dalam menerapkan hukum yang menjadi dasar pedoman besarnya imbalan para kurator. Alasannya ialah Permenkumham itu lahir lebih dahulu daripada penetapan fee kurator.
  1. Mahkamah Agung menyatakan dala menentukan imbalan jasa pengurusan perkara PT. Telkomsel, kurator tidak merinci pekerjaan yang telah dilakukan. Selain itu, kurator tidak merinci tarif pekerjaan dan kemampuannya sehingga harus mendapat bayaran 1% dari aset Telkomsel. Begitu juga dengan majelis hakim Pengadilan Niaga yang tidak memberikan rincian untuk memutuskan mengabulk½%dariasetn Telkomsel.

PT. Telkomsel pada dasarnya membawa penetapan fee kurator ini kepada Upaya Peninjauan Kembali karena Peraturan yang digunakan untuk menetapkan fee kurator tersebut tidaklah semestinya yang diterapkan. Putusan Peninjauan Kembali ini membawa keuntungan bagi PT. Telkomsel sebagai debitor karena ia dibebaskan dari beban pembayaran fee kurator. Permenkumham no. 1 tahun 2013 ini khususnya pasal 2 ayat (1) huruf C tidak sesuai dengan Pasal 17 ayat (3) UUK-PKPU yang mana pembebanannya pada UUK-PKPU dibebani kepada dua pilihan pihak yaitu (1) Pemohon Pernyataan Pailit saja, atau (2) Pemohon Pernyataan Peilit dan Debitor dalam Perimbangan yang ditetapkan Majelis Hakim. Ketentuan pasal 2 ayat (1) huruf C Permenkumham 1 tahun 2013 melanggar UU yang lebih tinggi dan menimbulkan rasa ketidakadilan. Karena seharusnya di posisi ini, Pemohon Pailit lah yang berusaha untuk menempuh jalur kepailitan demi mendapatkan hak-nya kembali dari debitor. Apalagi pada kasus ini, jumlah utang yang menjadi hak Pemohon Pailit jauh lebih kecil dibanding fee kurator yang seharusnya ia bayar. Untungnya terhadap solusi atas pasal kontroversial di Permenkumham 1 Tahun 2013 tersebut, yaitu Putusan No. 54/P/HUM/2013 tanggal 19 Desember 2013 yang menyatakan bahwa khusus pasal itu dibatalkan karena tidak sesuai dengan keadilan serta tidak menempatkan Pemohon Pailit pada kedudukan yang sesuai dengan porsinya. Maka, akan menjadi tugas bagi Menteri Hukum dan HAM-lah untuk membuat peraturan yang memiliki kesesuaian dengan UUK-PKPU agar permasalahan seperti ini tidak diketemukan lagi nantinya. Hal ini juga penting agar mewujudkan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak dalam suatu perkara kepailitan.

Kesimpulan

Mengenai Fee dari Kurator yang dikenakan kepada pihak PT Telkomsel mengacu pada sandaran hukum lama yang mana sudah dinyatakan tidak berlaku lagi karena keputusan Majelis Hakim keluar setelah terbitnya Peraturan Kementrian Hukum dan HAM No. 1/2013.
Oleh karena itu, terdapat berbagai ketidakseraisan antara pejabat hukum di Indonesia. Pengertian dari Utang, mengenai pengenaai fee curator kepada pihak yang dipailitkan, penggunaan Insolvency test yang dapat menentukan bahwa Perusahaan yang ingin dipailitkan harus dipailitkan langsung atau melakukan penundaan pembayaran hutang, yang mana seharusnya hakim melihat dari keseluruhan fakta baik dari saksi maupun dokumen-dokumen yang memayungi kasus ini.

Sumber :