Wednesday, April 29, 2015

Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri



Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
Utang asing (utang luar negeri/ULN) Indonesia terus meningkat. Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi utang asing Indonesia pada akhir Februari 2015 sebesar USD 298,9 miliar (setara Rp 3.832 triliun) atau naik 9,4 persen (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Meskipun mengalami pertumbuhan, posisi itu lebih rendah daripada kenaikan pada Januari 2015 sebesar 10,5 persen (yoy) atau USD 299,4 miliar (Rp 3.838,4 triliun). (Jpnn.com)

Referensi :
https://yuniariani37.wordpress.com/2014/07/07/neraca-pembayaran-arus-modal-asingdan-utang-luar-negeri/

Arus Modal Masuk


Arus Modal Masuk Besarnya arus modal masuk ke Indonesia, sebagai akibat pertumbuhan perekonomian yang tetap terjaga dalam beberapa tahun terakhir, harus dapat dimanfaatkan untuk mendanai proyek-proyek jangka panjang. Mengelola arus modal masuk (capital inflow) ke dalam kawasan merupakan sebuah tantangan yang sulit, yang dihadapi negara-negara emerging market seperti Indonesia karena dapat membawa berbagai risiko potensial terhadap stabilitas keuangan. Seperti yang telah diketahui, untuk menjaga stabilitas moneter akibat derasnya arus modal masuk ke Indonesia dan besarnya likuiditas saat ini, BI menerapkan beberapa kebijakan yang diapresiasi Bank Dunia dan IMF sebagai langkah yang tepat.

Referensi :
https://yuniariani37.wordpress.com/2014/07/07/neraca-pembayaran-arus-modal-asingdan-utang-luar-negeri/

Arus Modal Masuk


Arus Modal Masuk Besarnya arus modal masuk ke Indonesia, sebagai akibat pertumbuhan perekonomian yang tetap terjaga dalam beberapa tahun terakhir, harus dapat dimanfaatkan untuk mendanai proyek-proyek jangka panjang. Mengelola arus modal masuk (capital inflow) ke dalam kawasan merupakan sebuah tantangan yang sulit, yang dihadapi negara-negara emerging market seperti Indonesia karena dapat membawa berbagai risiko potensial terhadap stabilitas keuangan. Seperti yang telah diketahui, untuk menjaga stabilitas moneter akibat derasnya arus modal masuk ke Indonesia dan besarnya likuiditas saat ini, BI menerapkan beberapa kebijakan yang diapresiasi Bank Dunia dan IMF sebagai langkah yang tepat.

Referensi :
https://yuniariani37.wordpress.com/2014/07/07/neraca-pembayaran-arus-modal-asingdan-utang-luar-negeri/

Neraca Pembayaran


Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan (yang terdiri dari neraca perdagangan, neraca jasa dan transfer payment) dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
1.      Transaksi debit
yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2.      Transaksi kredit
adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.

Referensi :
http//:wikipedia.org/wiki/Neraca_pembayaran

Tingkat Daya Saing



Daya saing di Indonesia masih dibahwah negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. Adapun faktor-faktor penyebabnya antara lain :
Menurut World Economic Forum (WEF), yang telah melakukan survey 139 negara, Indonesia berada pada urutan ke 44 dibawah Thailand yang berada diurutan ke 38, Brunei pada urutan ke 28, Malaysia pada urutan ke 26 dan Singapura pada urutan ke 3.
Ada beberapa penyebab mengapa Indonesia tatap bercokol pada kelompok negara dengan daya saing ekonomi yang rendah antara lain : Pertama, infrastruktur (social overhead capital). Dalam sebuah survey didapatkan bahwa kondisi jalan di Indonesia berada pada urutan ke 84 dunia,pelabuhan urutan ke 96, listrik urutan ke 97, sangat tertinggal kalau kita bandingkan lagi dengan negara asia tenggara yaitu Malaysia urutan ke 30, Thailand urutan ke 23 dan singapura berada pada urutan ke 5. Dengan kualitas yang demikian akan melemahkan dorongan untuk berusaha atau memperluas usaha dan juga dapat menghambat investor asing tidak tertarik melakukan investasi langsung. Mereka lebih tertarik berinvestasi dalam bentuk portofolio, seperti Surat Utang Negara (SUN). Sekarang ini,arus modal asing melalui pembelian SUN sebesar Rp 178,5 trilliun. Tetapi modal ini sulit dipergunakan membiayai sektor riil karena merupakan hot money, dan sebaliknya dapat menyebabkan bencana apabila sewaktu-waktu penanam modal menarik modalnya.
Kedua, birokrasi pemerintah. Birokrasi pemerintah sampai saat ini masih belum effisien. Pengurusan ijin-ijin usaha dan ijin lainya memerlukan waktu yang lama dan harus melalui mata rantai yang panjang dan masih disertai pungutan-pungutan yang tidak semestinya.
Ketiga, kepastian hukum. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi semangat berusaha dan berkompetisi adalah kepastian hukum. Iklim usaha yang baik dan semangat bersaing yang fair hanya dapat dilakukan apabila negara menjamin tegaknya supremasi hukum (rule of law).
Keempat, korupsi. Untuk negara negara ASEAN, Indonesia masih termasuk negara terkorup. Korupsi di Indonesia sudah masuk pada semua tingkat birokrasi,dari tingkat paling atas sampai ke tingkat paling bawah.
Kelima, kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia Indonesia masih rendah.Hal ini disebabkan antara lain karena tingkat pendidikan yang rendah. Tingkat pendidikan tersebut akan berakibat pada rendahnya tingkat produktivitas yang rendah pula. Faktor lain yang menkadi penyebab adalah tingkat kesehatan, karena tingkat ekonomi yang rendah dan biaya pengobatan yang mahal.
Tetapi ditahun 2010, Indonesia mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Peringkat daya saing Indonesia meningkat cukup signifikan di arena global. Tahun 2010 daya saing Indonesia menduduki peringkat 44 dari 144 negara yang tahun sebelumnya pada 2009 di peringkat 54. Tentu, ini sebuah prestasi yang cukup menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Namun, Indonesia tetap jangan lengah dalam menghadapi pasar global yang kian kompetitif ini.
Dalam The Global Competitiveness Report 2010-2011 yang dilansir oleh World Economic Forum (WEF) sebagai kick off atas pelaksanaan WEF Summer Davos di Tianjing, Cina pada September 2010 diungkapkan bahwa daya saing Indonesia kini berada di peringkat 44 dari 144 negara dari sebelumnya peringkat 54 pada 2009.
Keberhasilan kenaikan posisi daya saing  Indonesia itu terutama didongkrak oleh signifikannya peningkatan peringkat beberapa pilar dari 12 pilar daya saing, yaitu Institutions, Infrastructure, Macroeconomic Environment, Health and Primary Education, Higher Education and Training, Goods Market Efficiency, Labour Market Efficiency, Financial Market Development, Technological Readiness, Market Size, Business Sophistication, dan Innovation. WEF sebagai forum yang menjadi acuan para pebisnis mancanegara melihat kinerja Pemerintah Indonesia semakin membaik di beberapa bidang, seperti perlindungan hak kekayaan intelektual naik peringkat dari 67 menjadi 58, tingkat tabungan nasional dari 40 menjadi 16, dan efektivitas kebijakan anti monopoli dari 35 menjadi 30, Indonesia pun dipandang membaik dalam hal perluasan dan dampak perpajakan, yakni naik dari peringkat 22 menjadi 17. Lalu pada pilar business sophistication juga meningkat, yaitu local supplier quantity dari 50 menjadi 43, value chain breadth dari 35 menjadi 26, control of international distribution dari 39 menjadi  33, dan production process sophistication dari 60 menjadi 52.

Referensi :
Adistipamula.blogspot.com/search?q=tingkat+daya+saing

Perkembangan ekspor impor


Perkembangan ekspor impor Indonesia dipengaruhi oleh dinamika perekonomian global. Perkembangan ekspor impor Indonesia sudah semakin baik. Sebagai negara agraris, bidang ekspor dan impor nan digeluti negara Indonesia tak pernah jauh dari berbagai hasil tanam, terutama ketika berbicara perihal bidang ekspor. Rempah-rempah mungkin bukan lagi menjadi komoditi ekspor Indonesia nan begitu asing. Perkembangan ekspor impor Indonesia pun selalu berkutat pada bumbu khas Indonesia itu. Selain berbagai rempah-rempah, Indonesia ternyata juga menjadikan buah tomat sebagai komoditi dalam perkembangan ekspor impor Indonesia.

Referensi :
http://www.binasyifa.com/609/14/27/perkembangan-ekspor-impor-indonesia.html