Friday, May 6, 2016

TUGAS 3_SS_AHDE_ASURANSI



ACA ASURANSI KEBAKARAN

Sungguh memilukan apabila rumah, kantor, pabrik, dan harta benda yang Anda kumpulkan dan miliki selama bertahun-tahun harus lenyap dalam waktu singkat hanya karena satu musibah, KEBAKARAN. Asuransi kebakaran ACA menawarkan solusi yang mengilangkan kekhawatiran Anda atas musibah kebakaran.

Apa saja yang bisa diasuransikan?

  • bangunan
  • Perabotan Rumah Tangga 
  • Perlengkapan Rumah
  • Mesin 
  • Barang dagangan 
  • persediaan atau barang jadi, dsb


Apa saja yang dijamin?
Sesuai dengan Polis Standar Kebakaran Indonesia yang diterbitkan oleh Dewan Asuransi Indonesia, polis ini menjamin risiko standar , yaitu:

  • Kebakaran 
  • Petir 
  • Ledakan 
  • Asap 
  • dan akibat kejatuhan pesawat terbang

Selain itu anda pun dapat mengajukan permohonan untuk memperluas risiko standar antara lain kerusuhan, tanah longsor, banjir, biaya pembersihan puing.

ADAKAH RISIKO yang tidak dijamin?
Pada polis asuransi kebakaran risiko-risiko yang tidak dijamin dicantumkan pada persyaratan polis, antara lain: 
  • Kebakaran atau ledakan dari api yang timbul sendiri (self combustion), hubungan arus pendek (short circuit) atau api yang timbul dari sifat barang itu sendiri (inherent vice) 
  • Kerusakan akibat perang, penyerbuan, aksi musuh asing dan kegiatan lain sejenisnya 
  • Reaksi atau radiasi nuklir atau pencemaran radio aktif/li>
Siapa saja yang memerlukan produk ini?
Setiap individu atau badan usaha yang memiliki kepentingan atas harta benda yang diasuransikan seperti: pemilik, penyewa, bank atau lembaga keuangan pemberi kredit.

Faktor apa saja yang mempengaruhi suku premi?
Hal-hal yang umum diperhatikan adalah okupasi atau penggunaan bangunan, kelas konstruksi bangunan, peluang terjadi musibah, keadaan sekeliling atau lokasi bangunan, catatan kerugian yang pernah terjadi.


Bagaimana cara menghitung premi asuransi?

Premi umumnya dihitung selama satu tahun (12 bulan) dengan rumus: Jumlah Uang Pertanggungan (JUP) x suku premi per tahun (per seribu).
JUP merupakan nilai harta benda yang akan diasuransikan, tidak termasuk harga tanah.


CLAIM ASURANSI KEBAKARAN

1.      Segera melaporkan kejadian musibah kepada perusahaan asuransi paling lambat 3x24 jam/72 jam/3 hari.
2.      Perusahaan asuransi akan mengutus petugasnya meninjau ke lokasi kejadiaan dan memperkirakan besarnya kerugian. Jika kerugian lebih dari Rp 25.000.000 perusahaan asuransi akan menunjuk perusahaan penilai kerugian (Hdjuster) untuk menentukan besarnya jumlah penggantian yang layak.
3.      Tertanggung harus melengkapi dokumen tuntutannya sebagai berikut :
a.         Mengisi formulir kerugian yang telah disediakan oleh perusahaan asuransi
b.        Berita acara dari keamanan setempat atau berita acara dari kepolisian (jika diperlukan) tentang kejadian musibah tersebut
c.         Mengajukan rincian tentang jumlah kerugian yang dituntut
d.        Melegkapi dokumen pendukung lainnya juka sekiranya menguatkan tuntutan. Misalnya bukti pembelian barang, polis, kuitansi-kuitansi pembayaran premi.
4.      Perusahaan asuransi akan memberi tahu tentang besarnya ganti kerugian setelah menerima dokumen pendukung klaim dan keputusan dari hdjuster, selanjutnya pihak asuransi membayar jumlah ganti kerugian.
Penggantian ada dua yaitu :
a.       Uang kontan.
b.      Pihak asuransi akan menunjuk perusahaan pemborong bangunan untuk memperbaiki atau membangun kembali bangunan yang rusak.

MANFAAT ASURANSI KEBAKARAN :
1.      Agar terhindar dari bangkrut
2.      Mengganti benda yang rusak akibat kebakaran
3.      Disediakan tempat tinggal sementara : biasayna sebelum perbaikan/pengantian pihak asuransi akan menjami hidup nasabahnya agar tetap merasa nyaman.
4.      Biaya polisnya terjangkau : umumnya biaya polis yang ada di Indonesia cuku terjangkau, bila dibandingkan denan manfaatnya. Biaya polis Standar Kebakaran Indonesia adalah 0,5 per mill dari seluruh total aset.
5.      Memberi rasa aman

SUMBER :
catatan SMK (untuk claim asuransi kebakaran)

TULISAN 3_SS_AHDE_LEASING

Leasing adalah suatu bangunan hukum yang tidak lain merupakan improvisasi dari pranata hukum konvensional yang disebut dengan sewa menyewa (lease). Dikatakan konvensional karena ternyata sewa menyewa itu merupakan bangunan tua dan suda h lama sekali ada dalam sejarah peradaban umat manusia. Pranata  hukum sewa menyewa yang dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan telah terekam dalam sejarah, paling tidak sudah sejak lebih kurang 4500 tahun sebelum masehi, yakni sewa menyewa yang dipraktekkan dan dikembangkan oleh orang-orang Sumeria. (Munir Fuady, Op. Cit. hal. 12. )

Kata  leasing  berasal dari  bahasa  Inggris yaitu  kata  lease  yang  berarti menyewakan. Leasing sebagai suatu lembaga pembiayaan dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan yang masih sangat muda atau baru dilaksanakan di Indonesia pada awal  tahun  1970-an  dan  baru  diatur  untuk  pertama  kali dalam  peraturan perundang-undangan Republik Indonesia sejak   tahun 1974. Eksistensi prananta hukum leasing di Indonesia sendiri suda h ada beberapa perusahaan leasing yang statusnya sama sebagai suatu lembaga keungan non bank. Oleh karena itu, maka yang dimaksudkan dengan leasing adalah setiap kegiatan pembiyaan perusahaa dalam   bentuk   penyediaan   atau   menyewakan   barang-barang   modal   untuk digunakan oleh perusahaan lain dalam jangka waktu tertentu dengan kriteria sebagai berikut : Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta : Salemba Empat, 2006), hal.190. 
·         pembiyaan perusahaan
·         pembayaran sewa dilakukan secara berkala 
·         penyediaan barang-barang modal
·         disertai dengan hak pilih atau hak opsi 
·         adanya nilai sisa yang disepakati.

Fungsi Leasing
Fungsi leasing sebenarnya hampir setingkat dengan bank, yaitu sebagai sumber  pembiayaan  jangka menengah  (dari  satu  tahun  sampai  lima  tahun). Ditinjau dari segi perekonomian nasional, leasing telah memperkenalkan suatu metode  baru  untuk  memperoleh  barang  modal  dan  menambah  modal kerja. Sampai saat ini belum ada undang-undang khusus yang mengatur tentang leasing namun demikian praktek bisnis leasing telah berkembang dengan cepat, dan untuk mengantisipasi kebutuhan agar secara hukum mampunyai pegangan yang jelas dan pasti, pada tahun 1971 telah dikeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor: Kep-122/MK/IV/1/1974; No. 32/M/ SK/2/1974/; dan No.30/Kpb/1/1974, tertanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.

Menurut Surat Keputusan Bersama di atas, yang dimaksud dengan leasing adalah :

“Setiap   kegiatan  pembiayaan  perusahaan   dalam   bentuk   penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang- barang modal   yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama”.

Kemudian di dalam Peraturan Presiden No. 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, pasal 1 Angka (5) disebutkan :

“Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease)  untuk  digunakan oleh Penyewa  Guna  Usaha  (Lessee)  selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.”

Oleh Subekti mengartikan leasing adalah: (R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, (Bandung; Alumni, 1985), hal. 55.)

“Perjanjian sewa-menyewa    yang telah berkembang di kalangan pengusaha, di mana lessor (pihak yang menyewakan, yang sering merupakan perusahaan leasing) menyewakan suatu perangkat alat perusahaan (mesin-mesin) termasuk servis, pemeliharaan dan lain-lain kepada lesse (penyewa) untuk jangka wkatu tertentu.”

Berdasarkan pengertian leasing di atas, Subekti mengonstruksikan leasing tersebut sebagai berikut: Ibid, hal.57 
1.      Leasing sama dengan sewa-menyewa;
2.      Subjek hukum yang terkait dalam perjanjian tersebut adalah pihak lessor dan lesse;
3.      Objeknya perangkat perusahaan termasuk pemeliharaan dan lain- lain;
4.      Adanya jangka waktu sewa.


Sedangkan  menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan  mengatakan  bahwa leasing  adalah:  “Suatu perjanjian  dimana  si  penyewa  barang  modal  (lesse)  menyewa barang modal untuk usaha tertentu, untuk jangka waktu tertentu dan jumlah angsuran tertentu .” Sri Soedewi Masjchoen Sofwan , Hukum Perjanjian, (Yogyakarta: Gadjah Mada,1988), hal. 28.

Defenisi   yang   dikemukakan   oleh   Sri   Soedewi   Masjchoen   Sofwan memandang  bahwa institusi  leasing  merupakan  suatu  kontrak  atau  perjanjian antara pihak lesse dan pihak lessor. Oleh kerena itu antara pihak lessor dan lesse terdapat  hubungan  hukum sewa  menyewa.  Objek  yang disewa  adalah  barang modal. Jangka waktu dan jumlah angsuran ditentukan oleh para pihak.

Kemudian oleh Salim H.S mengartikan leasing sebagai:  Salim, Op.cit,hal. 33.

“Kontrak sewa-menyewa yang dibuat antara pihak lessor dengan lesse dimana pihak lessor menyewakan kepada lesse barang-barang produksi yang harganya mahal untuk digunakan oleh lesse, dan pihak lesse berkewajiban  membayar  harga  sewa  sesuai  dengan  kesepakatan  yang dibuat antara pihak lesse dengan lessor dengan disertai hak opsi, yaitu untuk membeli atau memperpanjang sewa.”

Dari pengertian leasing yang dikemukakan oleh Salim di atas dapat di temukan unsur-unsur yang terkandung dalam leasing yaitu:
1.      Adanya subjek hukum, yaitu pihak lessor dan lesse;
2.      Adanya objek, yaitu barang-barang modal yang harganya  mahal;
3.      Adanya jangka waktu tertentu;
4.      Adanya sejumlah angsuran (pembayaran ini merupakan harga sewa dari barang tersebut yang dibayar secara berkala);
5.      Adanya hak opsi (hak lesse untuk memperpanjang   atau membeli objek lesse pada masa akhir kontrak).


Oleh   Soerjono   Soekanto,   mengatakan   bahwa   “Leasing   sebenarnya merupakan  suatu  proses yang  terkait  pada  lembaga  keuangan,  yang  secara langsung  atau  tidak  langsung  menghimpun dana  dari  masyarakat”.Soerjono Soekanto, In ventarisasi Perundang-Undangan Mengenai Leasing, Ind_Hill Co, Jakarta, 1986,hal.4  Memang apabila dilihat dari sudut pembangunan ekonomi, leasing adalah salah satu cara untuk menghimpun dana yang terdapat di dalam masyarakat serta menginvestasikannya kembali kedalam sektor-sektor   ekonomi tertentu yang dianggap produktif. Oleh  karena itu tidak salah jika dikatakan leasing merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang sangat penting dalam dunia usaha. Charlles Dulles Marpaung, Pemahaman Mendasar Atas Usaha Leasing, (Jakarta : Integrita Press, 1985 ), hal.2

Seperti diuraikan di atas, kegiatan leasing sebagai lembaga pembiayaan dalam bentuk  sewa guna usaha  dapat dilakukan secara finance  lesae  maupun secara operating lease. Finance lease artinya kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa guna usaha pada masa kontrak  mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa (residu) yang disepakati bersama. Sedangkan operating lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa guna usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha. Munir Fuady, Op.cit, hal. 16

Sebelum memulai kegiatan usaha di bidang leasing ini, maka antara pihak penyewa dengan pihak yang menyewakan (lessor dan lesse) harus terlebih dahulu membuat  kontrak  leasing.  Dengan  demikian dalam  usaha  leasing  tentunya terdapat beberapa pihak yang bersangkutan dalam perjanjian leasing yang terdiri dari : Mangasa Sinurat dan Jane Erawati, Aspek Hukum Dalam Ekonomi, ( Medan : Universitas HKBP Nommensen, 2008 ), hal.136. 
1.      Pihak yang disebut lessor, yaitu pihak yang menyewakan barang, dapat terdiri dari perusahaan. Pihak penyewa ini disebut juga sebagai investor.
2.      Pihak  yang  disebut  dengan  lesse,  yaitu  pihak  yang  menikmati  barang tersebut dengan membayar sewa guna usaha  yang mempunyai hak opsi.
3.      Pihak yang disebut dengan lender atau disebut juga debt-holders atau loan participants dalam transaksi leasing. Mereka umumya terdiri dari bank, insurance company, trust dan yayasan.
4.      Pihak supplier, yaitu penjual dan pemilik barang yang disewakan. Supplier ini dapat terdiri dari perusahaan (manufacturer) yang  berada  di dalam negeri atau yang mempunyai kantor pusat di luar negeri.

Apabila seorang pengusaha tidak mempunyai modal atau hanya memiliki modal terbatas tetapi ingin mendirikan pabrik, pengusaha tersebut dapat memperolehnya dengan   cara leasing, misalnya pengusaha tersebut hanya mempunyai tanah dan bangunan, maka untuk membeli mesinnya, pengusaha tersebut  dapat  melakukannya  dengan  cara  leasing  atau  menyewa  dari  suatu leasing company, karena leasing company merupakan salah satu sumber dana bagi pengusaha  yang  membutuhkan barang  modal,  selama  jangka  waktu  tertentu dengan membayar sewa.

Dengan leasing pengusaha dapat memperoleh barang modal dengan sewa beli yang dapat diangsur setiap bulan atau setiap triwulan kepada lessor. Usaha pembiayaan melalui leasing ini dapat diperoleh dalam waktu yang cepat. Bagi perusahaan yang modalnya lemah, dengan adanya perjanjian leasing akan memberikan kesempatan pada perusahaan tersebut untuk berkembang dan dapat memiliki barang modal yang dibutuhkan perusahaan yang bersangkutan.

Antara lesse dan lessor di dalam perjanjian leasing dapat mengadakan kesepakatan dalam hal menetapkan besar dan banyaknya anggsuran sesuai dengan kemampuan lesse. Dalam hal kredit besar dan banyaknya angsuran ditentukan oleh kreditor berdasarkan dari analisis bank.

Dalam  hukum  perdata,  ada  tiga  bentuk  ikatan  yang  mirip  satu  sama lainnya, namun berlainan dalam hukumnya yaitu sewa guna usaha (leasing), sewa  beli dan jual beli secara angsuran.Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, ( Jakarta : PT Rineka Cipta,2003), hal.109.   Baik perjanjian sewa beli maupun jual beli dengan angsuran ketentuannya belum diatur dalam KUHPerdata. Maka dengan keluarnya Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 tanggal 1 Februari 1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli (hire purchase), jual beli dengan angsuran (kredit sale) dan sewa (renting), diberikan defenisi-defenisi sebagai berikut:
1.      Sewa beli (hire purchase) adalah jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta  hak  milik atas barang  tersebut   baru  beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlah harganya lunas dibayar pembeli kepada penjual.
2.      Jual  beli  secara  angsuran (kredit sale) adalah adalah  jual  beli dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara menerima pelunasan pembayaran  barang  yang  dilakukan oleh pembeli  dalam  beberapa  kali angsuran atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barangnya diserahkan penjual kepada pembeli.


Persamaan  antara  perjanjian  leasing  dengan  kedua  perjanjian  di  atas adalah bahwa pada perjanjian leasing, lesse membayar imbalan jasa kepada lessor dalam waktu  tertentu. Sedangkan pada  perjanjian sewa beli dengan angsuran, pembeli membayar angsuran kepada penjual dalam waktu tertentu sesuai dengan perjanjian. Richrard Burton Simatupang, Op.Cit, hal. 110

Untuk mengetahui bagaimana mekanisme penggunaan lembaga leasing, secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut : Eddy P. Soekadi, Mekanisme Leasing, ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 1987), hal.153. 



Keterangan :
1.      Lesse   bebas   memilih   dan   menentuka n   peralatan   yang   dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dibutuhkan.
2.      Setelah lesse mengisi formulir permohonan lesse, mengirimkan kepada lessor disertai dokumen pelengkap.
3.      Lessor  mengevaluasi  kelayakan  kredit  dan  memutuskan  untuk memberikan fasilitas lesse dengan syarat dan kondisi yang disetujui lesse (lama kontrak pembayaran sewa lesse), maka kontrak lease dapat ditandatangani. 
4.      Pada saat yang sama, lesse dapat menandatangani kontrak  asuransi untuk peralatan yang lesse dengan perusahaan yang dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui oleh lessor seperti yang tercantum pada kontrak lease.
5.      Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut.
6.      Supplier dapat mengirim peralatan yang dilease ke lokasi lesse. Untuk mempertahankan  dan memelihara  kondisi    peralatan  tersebut,  supplier akan menandatangani perjanjian pelayanan purna jual.
7.      Lease menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
8.      Supplier menyerahkan surat tanda terima (yang diterima dari lesse), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor
9.      Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier
10.  Lesse  membayar  sewa  lease  secara  periodik  sesuai  dengan  jadwal pembayaran yang telah ditentukan kontrak leasing.

Secara  umum  A.C.Goudsmit  dan    J.A.M.P.  Keijser,  ciri-ciri  leasing adalah sebagai berikut: Zaeni Ashadiye, Op.Cit, hal.103 
1.      Leasing merupakan suatu cara pembiayaan. Tentunya masih ada aspek- aspek lain pada leasing, namun segi pembiayaan adalah suatu ciri utama, baik pada finance lease maupun pada operating lease.
2.      Biasanya ada  hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda yang  dilease  tersebut. Inilah  perbedaan  pokok  dengan  sewa  menyewa biasa.  Sebelumnya  dapat  dikatakan  bahwa masa  leasing  dalam  suatu finance lease sama dengan kegunaan ekonomis benda yang di-lease.
3.      Hak  milik  benda  yang  di-lease  ada  pada  lessor.  Hal ini menimbulkan dampak  tertentu antara  lain  yang  penting  adalah  di  bidang  akuntansi seperti penyusunan di bidang hukum diantaranya dalam hal melaksanakan perjanjian leasing apabila terjadi cedera janji atau wanprestasi dan dalam hal kepailitan.
4.      Benda yang menjadi objek leasing adalah benda-benda yang digunakan dalam suatu perusahaan. Pengertian benda-benda yang digunakan untuk perusahaan harus diberi pengertian yang luas, yakni benda-benda  yang digunakan untuk menjalankan perusahaan, jadi tidak hanya benda-benda mesin yang  hanya dapat digunakan untuk  berproduksi, tetapi bisa juga komputer dan kendaraan bermotor.


Dalam praktek  leasing  akhir-akhir ini,  yang  sering  kali menjadi  objek leasing adalah sepeda motor tanpa adanya hak opsi dari pemakai barang. Oleh karena  itu  lebih  tepat kalau  jual-beli  sepeda motor ini tergolong  pembiayaan konsumen. Dari ciri-ciri leasing yang tersebut, ada dua jenis leasing yaitu finance lease dan operating lease perbedaan antara kedua jenis leasing ini adalah menurut Mulyadi adalah sebagai berikut: Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta, Grafindo Persada, 1989), hal 92. 
1.      Finance lease adalah suatu perjanjian pembiayaan dimana lessor diminta untuk membiayai pengadaan  barang modal untuk lesse, sedangkan pada operating lesse perjanjian menitikberatkan pada pemberian jasa.
2.      Pada  finance  lease,  risiko  ekonomis atas objeknya    berada  pada  lesse karena lease wajib membayar kembali modal yang disediakan lessor untuk membayar barang  yang  bersangkut an ditambah  bunga  dan ongkos  lain selama kontrak berjalan  apapun yang terjadi, sedangkan pada operating lease risiko ekonomis atas barang modal yang dilease ada pada lessor.
3.      Pada finance lease, lesse hanya memikul risiko berkenaan dengan keadaan keuangan, kemampuan membayar serta bonafiditas lesse, sedangkan  pada operating lesse, lessor menanggung risiko hilangnya atau rusaknya objek yang di-lease.
4.      Pada finance lease, jangka waktu kontrak sama dengan masa kegunaan barang modal yang bersangkutan menurut persetujuan lessor, sedangkan pada operating lesse jangka waktu perjanjian pada umumnya tidak sama dengan masa kegunaan barang modal yang bersangkutan.
5.      Pada akhir masa finance lease, lesse mempunyai hak opsi untuk membeli barang modal tersebut dari lessor dengan harga yang disetujui terlebih dahulu,   tetapi   harga   barang   modal   pada   finance   lesse   tak   berarti jumlahnya, sedangkan pada operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli.
6.      Pada finance lease, pada prinsipnya dilarang mengakhiri kontrak sebelum jangka waktu yang diperjanjikan berakhir, kecuali diperjanjikan lain, sedangkan pada operating lease jangka waktu leasing tidak tertentu dan dapat diakhiri oleh lesse.
7.      Pada finance  lease, lessor pada umumnya  memberikan jasa-jasa  untuk penggunaan, pengoperasian dan pemeliharaan barang modal yang di-lease, sedangkan pada operating lease hal ini tidak ada.

Sumber :