Leasing
adalah suatu
bangunan hukum yang tidak lain merupakan improvisasi dari pranata hukum
konvensional yang disebut dengan sewa menyewa (lease). Dikatakan konvensional
karena ternyata sewa menyewa itu merupakan bangunan tua dan suda h lama sekali
ada dalam sejarah peradaban umat manusia. Pranata hukum sewa menyewa yang
dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan telah terekam dalam sejarah, paling tidak
sudah sejak lebih kurang 4500 tahun sebelum masehi, yakni sewa menyewa yang
dipraktekkan dan dikembangkan oleh orang-orang Sumeria. (Munir Fuady, Op. Cit. hal. 12. )
Kata
leasing berasal dari bahasa Inggris yaitu kata
lease yang berarti menyewakan. Leasing sebagai suatu lembaga
pembiayaan dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan yang masih sangat muda atau baru
dilaksanakan di Indonesia pada awal tahun 1970-an dan
baru diatur untuk pertama kali dalam
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia sejak tahun 1974.
Eksistensi prananta hukum leasing di Indonesia sendiri suda h ada beberapa
perusahaan leasing yang statusnya sama sebagai suatu lembaga keungan non bank.
Oleh karena itu, maka yang dimaksudkan dengan leasing adalah setiap kegiatan
pembiyaan perusahaa dalam bentuk penyediaan atau
menyewakan barang-barang modal untuk digunakan oleh
perusahaan lain dalam jangka waktu tertentu dengan kriteria sebagai berikut
: Sigit
Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta :
Salemba Empat, 2006), hal.190.
·
pembiyaan
perusahaan
·
pembayaran
sewa dilakukan secara berkala
·
penyediaan
barang-barang modal
·
disertai
dengan hak pilih atau hak opsi
·
adanya nilai
sisa yang disepakati.
Fungsi
Leasing
Fungsi
leasing sebenarnya hampir setingkat dengan bank, yaitu sebagai sumber
pembiayaan jangka menengah (dari satu tahun
sampai lima tahun). Ditinjau dari segi perekonomian nasional,
leasing telah memperkenalkan suatu metode baru untuk
memperoleh barang modal dan menambah modal
kerja. Sampai saat ini belum ada undang-undang khusus yang mengatur tentang
leasing namun demikian praktek bisnis leasing telah berkembang dengan cepat,
dan untuk mengantisipasi kebutuhan agar secara hukum mampunyai pegangan yang
jelas dan pasti, pada tahun 1971 telah dikeluarkan Surat Keputusan Bersama
Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi
Nomor: Kep-122/MK/IV/1/1974; No. 32/M/ SK/2/1974/; dan No.30/Kpb/1/1974,
tertanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.
Menurut
Surat Keputusan Bersama di atas, yang dimaksud dengan leasing adalah :
“Setiap
kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan,
untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala
disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli
barang- barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu
leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama”.
Kemudian di
dalam Peraturan Presiden No. 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, pasal 1
Angka (5) disebutkan :
“Sewa Guna
Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal
baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun Sewa Guna
Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa
Guna Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu
berdasarkan pembayaran secara angsuran.”
Oleh Subekti
mengartikan leasing adalah: (R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, (Bandung; Alumni, 1985),
hal. 55.)
“Perjanjian
sewa-menyewa yang telah berkembang di kalangan pengusaha, di mana
lessor (pihak yang menyewakan, yang sering merupakan perusahaan leasing)
menyewakan suatu perangkat alat perusahaan (mesin-mesin) termasuk servis,
pemeliharaan dan lain-lain kepada lesse (penyewa) untuk jangka wkatu tertentu.”
Berdasarkan
pengertian leasing di atas, Subekti mengonstruksikan leasing tersebut sebagai
berikut: Ibid,
hal.57
1. Leasing sama dengan sewa-menyewa;
2. Subjek hukum yang terkait dalam
perjanjian tersebut adalah pihak lessor dan lesse;
3. Objeknya perangkat perusahaan
termasuk pemeliharaan dan lain- lain;
4. Adanya jangka waktu sewa.
Sedangkan
menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengatakan bahwa leasing
adalah: “Suatu perjanjian dimana si penyewa
barang modal (lesse) menyewa barang modal untuk usaha
tertentu, untuk jangka waktu tertentu dan jumlah angsuran tertentu .” Sri Soedewi Masjchoen Sofwan , Hukum
Perjanjian, (Yogyakarta: Gadjah Mada,1988), hal. 28.
Defenisi
yang dikemukakan oleh Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan memandang bahwa institusi leasing
merupakan suatu kontrak atau perjanjian antara
pihak lesse dan pihak lessor. Oleh kerena itu antara pihak lessor dan lesse
terdapat hubungan hukum sewa menyewa. Objek yang
disewa adalah barang modal. Jangka waktu dan jumlah angsuran
ditentukan oleh para pihak.
Kemudian
oleh Salim H.S mengartikan leasing sebagai: Salim, Op.cit,hal. 33.
“Kontrak
sewa-menyewa yang dibuat antara pihak lessor dengan lesse dimana pihak lessor
menyewakan kepada lesse barang-barang produksi yang harganya mahal untuk
digunakan oleh lesse, dan pihak lesse berkewajiban membayar harga
sewa sesuai dengan kesepakatan yang dibuat antara
pihak lesse dengan lessor dengan disertai hak opsi, yaitu untuk membeli atau
memperpanjang sewa.”
Dari
pengertian leasing yang dikemukakan oleh Salim di atas dapat di temukan
unsur-unsur yang terkandung dalam leasing yaitu:
1. Adanya subjek hukum, yaitu pihak
lessor dan lesse;
2. Adanya objek, yaitu barang-barang
modal yang harganya mahal;
3. Adanya jangka waktu tertentu;
4. Adanya sejumlah angsuran (pembayaran
ini merupakan harga sewa dari barang tersebut yang dibayar secara berkala);
5. Adanya hak opsi (hak lesse untuk
memperpanjang atau membeli objek lesse pada masa akhir kontrak).
Oleh
Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa “Leasing
sebenarnya merupakan suatu proses yang terkait pada
lembaga keuangan, yang secara langsung atau
tidak langsung menghimpun dana dari masyarakat”.Soerjono Soekanto, In ventarisasi
Perundang-Undangan Mengenai Leasing, Ind_Hill Co, Jakarta, 1986,hal.4 Memang apabila dilihat dari
sudut pembangunan ekonomi, leasing adalah salah satu cara untuk menghimpun dana
yang terdapat di dalam masyarakat serta menginvestasikannya kembali kedalam
sektor-sektor ekonomi tertentu yang dianggap produktif. Oleh
karena itu tidak salah jika dikatakan leasing merupakan salah satu
lembaga pembiayaan yang sangat penting dalam dunia usaha. Charlles Dulles Marpaung, Pemahaman
Mendasar Atas Usaha Leasing, (Jakarta : Integrita Press, 1985 ), hal.2
Seperti
diuraikan di atas, kegiatan leasing sebagai lembaga pembiayaan dalam bentuk
sewa guna usaha dapat dilakukan secara finance lesae
maupun secara operating lease. Finance lease artinya kegiatan sewa guna
usaha dimana penyewa guna usaha pada masa kontrak mempunyai hak opsi
untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa (residu) yang
disepakati bersama. Sedangkan operating lease adalah kegiatan sewa guna usaha
dimana penyewa guna usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa
guna usaha. Munir Fuady,
Op.cit, hal. 16
Sebelum
memulai kegiatan usaha di bidang leasing ini, maka antara pihak penyewa dengan
pihak yang menyewakan (lessor dan lesse) harus terlebih dahulu membuat
kontrak leasing. Dengan demikian dalam usaha
leasing tentunya terdapat beberapa pihak yang bersangkutan dalam
perjanjian leasing yang terdiri dari : Mangasa Sinurat dan Jane Erawati, Aspek Hukum Dalam
Ekonomi, ( Medan : Universitas HKBP Nommensen, 2008 ), hal.136.
1. Pihak yang disebut lessor, yaitu
pihak yang menyewakan barang, dapat terdiri dari perusahaan. Pihak penyewa ini
disebut juga sebagai investor.
2. Pihak yang disebut
dengan lesse, yaitu pihak yang menikmati
barang tersebut dengan membayar sewa guna usaha yang mempunyai hak
opsi.
3. Pihak yang disebut dengan lender
atau disebut juga debt-holders atau loan participants dalam transaksi leasing.
Mereka umumya terdiri dari bank, insurance company, trust dan yayasan.
4. Pihak supplier, yaitu penjual dan
pemilik barang yang disewakan. Supplier ini dapat terdiri dari perusahaan
(manufacturer) yang berada di dalam negeri atau yang mempunyai
kantor pusat di luar negeri.
Apabila
seorang pengusaha tidak mempunyai modal atau hanya memiliki modal terbatas
tetapi ingin mendirikan pabrik, pengusaha tersebut dapat memperolehnya dengan
cara leasing, misalnya pengusaha tersebut hanya mempunyai tanah dan
bangunan, maka untuk membeli mesinnya, pengusaha tersebut dapat
melakukannya dengan cara leasing atau
menyewa dari suatu leasing company, karena leasing company
merupakan salah satu sumber dana bagi pengusaha yang membutuhkan
barang modal, selama jangka waktu tertentu dengan
membayar sewa.
Dengan
leasing pengusaha dapat memperoleh barang modal dengan sewa beli yang dapat
diangsur setiap bulan atau setiap triwulan kepada lessor. Usaha pembiayaan
melalui leasing ini dapat diperoleh dalam waktu yang cepat. Bagi perusahaan
yang modalnya lemah, dengan adanya perjanjian leasing akan memberikan
kesempatan pada perusahaan tersebut untuk berkembang dan dapat memiliki barang
modal yang dibutuhkan perusahaan yang bersangkutan.
Antara lesse
dan lessor di dalam perjanjian leasing dapat mengadakan kesepakatan dalam hal
menetapkan besar dan banyaknya anggsuran sesuai dengan kemampuan lesse. Dalam
hal kredit besar dan banyaknya angsuran ditentukan oleh kreditor berdasarkan
dari analisis bank.
Dalam
hukum perdata, ada tiga bentuk ikatan
yang mirip satu sama lainnya, namun berlainan dalam
hukumnya yaitu sewa guna usaha (leasing), sewa beli dan jual beli secara
angsuran.Richard
Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, ( Jakarta : PT Rineka Cipta,2003),
hal.109.
Baik perjanjian sewa beli maupun jual beli dengan angsuran ketentuannya belum
diatur dalam KUHPerdata. Maka dengan keluarnya Keputusan Menteri Perdagangan
dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 tanggal 1 Februari 1980 tentang Perizinan
Kegiatan Usaha Sewa Beli (hire purchase), jual beli dengan angsuran (kredit
sale) dan sewa (renting), diberikan defenisi-defenisi sebagai berikut:
1. Sewa beli (hire purchase) adalah
jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara
memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan
atas harga barang yang disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu
perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru
beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlah harganya lunas dibayar
pembeli kepada penjual.
2. Jual beli secara
angsuran (kredit sale) adalah adalah jual beli dimana penjual
melaksanakan penjualan barang dengan cara menerima pelunasan pembayaran
barang yang dilakukan oleh pembeli dalam beberapa
kali angsuran atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang
diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut beralih
dari penjual kepada pembeli pada saat barangnya diserahkan penjual kepada
pembeli.
Persamaan
antara perjanjian leasing dengan kedua
perjanjian di atas adalah bahwa pada perjanjian leasing,
lesse membayar imbalan jasa kepada lessor dalam waktu tertentu. Sedangkan
pada perjanjian sewa beli dengan angsuran, pembeli membayar angsuran
kepada penjual dalam waktu tertentu sesuai dengan perjanjian. Richrard Burton Simatupang, Op.Cit,
hal. 110
Untuk
mengetahui bagaimana mekanisme penggunaan lembaga leasing, secara garis besar
dapat diuraikan sebagai berikut : Eddy P. Soekadi, Mekanisme Leasing, ( Jakarta :
Ghalia Indonesia, 1987), hal.153.
Keterangan :
1. Lesse bebas memilih
dan menentuka n peralatan yang dibutuhkan,
mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dibutuhkan.
2. Setelah lesse mengisi formulir
permohonan lesse, mengirimkan kepada lessor disertai dokumen pelengkap.
3. Lessor mengevaluasi
kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan
fasilitas lesse dengan syarat dan kondisi yang disetujui lesse (lama kontrak
pembayaran sewa lesse), maka kontrak lease dapat ditandatangani.
4. Pada saat yang sama, lesse dapat
menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang lesse dengan
perusahaan yang dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui oleh lessor
seperti yang tercantum pada kontrak lease.
5. Kontrak pembelian peralatan akan
ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut.
6. Supplier dapat mengirim peralatan
yang dilease ke lokasi lesse. Untuk mempertahankan dan memelihara
kondisi peralatan tersebut, supplier akan
menandatangani perjanjian pelayanan purna jual.
7. Lease menandatangani tanda terima
peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
8. Supplier menyerahkan surat tanda
terima (yang diterima dari lesse), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan
kepada lessor
9. Lessor membayar harga peralatan yang
dilease kepada supplier
10. Lesse membayar sewa
lease secara periodik sesuai dengan jadwal
pembayaran yang telah ditentukan kontrak leasing.
Secara
umum A.C.Goudsmit dan J.A.M.P. Keijser,
ciri-ciri leasing adalah sebagai berikut: Zaeni Ashadiye, Op.Cit,
hal.103
1. Leasing merupakan suatu cara pembiayaan.
Tentunya masih ada aspek- aspek lain pada leasing, namun segi pembiayaan adalah
suatu ciri utama, baik pada finance lease maupun pada operating lease.
2. Biasanya ada hubungan jangka
waktu lease dan masa kegunaan benda yang dilease tersebut. Inilah
perbedaan pokok dengan sewa menyewa biasa.
Sebelumnya dapat dikatakan bahwa masa leasing
dalam suatu finance lease sama dengan kegunaan ekonomis benda yang
di-lease.
3. Hak milik benda
yang di-lease ada pada lessor. Hal ini
menimbulkan dampak tertentu antara lain yang penting
adalah di bidang akuntansi seperti penyusunan di bidang
hukum diantaranya dalam hal melaksanakan perjanjian leasing apabila terjadi
cedera janji atau wanprestasi dan dalam hal kepailitan.
4. Benda yang menjadi objek leasing
adalah benda-benda yang digunakan dalam suatu perusahaan. Pengertian
benda-benda yang digunakan untuk perusahaan harus diberi pengertian yang luas,
yakni benda-benda yang digunakan untuk menjalankan perusahaan, jadi tidak
hanya benda-benda mesin yang hanya dapat digunakan untuk
berproduksi, tetapi bisa juga komputer dan kendaraan bermotor.
Dalam
praktek leasing akhir-akhir ini, yang sering kali
menjadi objek leasing adalah sepeda motor tanpa adanya hak opsi dari
pemakai barang. Oleh karena itu lebih tepat kalau
jual-beli sepeda motor ini tergolong pembiayaan konsumen.
Dari ciri-ciri leasing yang tersebut, ada dua jenis leasing yaitu finance lease
dan operating lease perbedaan antara kedua jenis leasing ini adalah menurut Mulyadi
adalah sebagai berikut: Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,
(Jakarta, Grafindo Persada, 1989), hal 92.
1. Finance lease adalah suatu
perjanjian pembiayaan dimana lessor diminta untuk membiayai pengadaan
barang modal untuk lesse, sedangkan pada operating lesse perjanjian
menitikberatkan pada pemberian jasa.
2. Pada finance lease,
risiko ekonomis atas objeknya berada pada
lesse karena lease wajib membayar kembali modal yang disediakan lessor
untuk membayar barang yang bersangkut an ditambah bunga
dan ongkos lain selama kontrak berjalan apapun yang terjadi,
sedangkan pada operating lease risiko ekonomis atas barang modal yang dilease
ada pada lessor.
3. Pada finance lease, lesse hanya
memikul risiko berkenaan dengan keadaan keuangan, kemampuan membayar serta
bonafiditas lesse, sedangkan pada operating lesse, lessor menanggung
risiko hilangnya atau rusaknya objek yang di-lease.
4. Pada finance lease, jangka waktu
kontrak sama dengan masa kegunaan barang modal yang bersangkutan menurut
persetujuan lessor, sedangkan pada operating lesse jangka waktu perjanjian pada
umumnya tidak sama dengan masa kegunaan barang modal yang bersangkutan.
5. Pada akhir masa finance lease, lesse
mempunyai hak opsi untuk membeli barang modal tersebut dari lessor dengan harga
yang disetujui terlebih dahulu, tetapi harga barang
modal pada finance lesse tak berarti
jumlahnya, sedangkan pada operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk
membeli.
6. Pada finance lease, pada prinsipnya
dilarang mengakhiri kontrak sebelum jangka waktu yang diperjanjikan berakhir,
kecuali diperjanjikan lain, sedangkan pada operating lease jangka waktu leasing
tidak tertentu dan dapat diakhiri oleh lesse.
7. Pada finance lease, lessor
pada umumnya memberikan jasa-jasa untuk penggunaan, pengoperasian
dan pemeliharaan barang modal yang di-lease, sedangkan pada operating lease hal
ini tidak ada.
Sumber :